Jakarta, Berdaulat.id – Wahdah Islamiyah menilai selama ini pemegang kekuasaan dianggap paling benar dalam memutuskan kebijakan-kebijakan negara.
Bahkan, apa yang dibilangnya selalu ingin dianggap sangat benar.
“Padahal, kebenaran yang paling atas, masalah hukum yang menjadi panglima, maka kekuasan harus ikut itu,” kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) IV Bidang Kerjasama DPP Wahdah Islamiyah, Fakhrizal Idris.
Pernyataan ini disampaikannya dalam ‘Media Gathering Wahdah Islamiyah’ di Kantor DPP Wadah Islamiyah di Gedung Nyi Ageng Serang, Jakarta Selatan pada Sabtu (30/3/2024).
Namun, Fakhrizal Idris tidak menyebutkan kebijakan apa yang diambil pemegang kekuasaan yang dianggap paling benar secara rinci.
Dia hanya mengilustrasikan ketika seseorang menjadi bawahan merasa paling berat tugasnya dibandingkan atasan atau pemilik perusahaan.
“Ketika menjadi pemilik merasa paling berat tugas, karena harus mengaji karyawan, padahal pendapatan belum diperoleh dari rekanan bisnis, sehingga harus mencari pinjaman ke sana ke mari untuk membayar gaji karyawan,” ucapnya.
Menyinggung pernyataan para politisi di Tanah Air terhadap keberadaan ormas Islam, ucap Fakhrizal Idris, disesalkannya lantaran merendahkan peran ormas dalam negara.
Salahsatu hal yang membuat dirinya prihatin adalah pernyataan ormas dilarang berbicara tentang politik.
“Sudah benar ormas Islam hanya membina Tarbiyah, jangan lagi ikut campur masalah politik,” tuturnya.
Padahal, Wahdah Islamiyah mengaku kehidupannya terjebak dalam masalah politik dan kekuasaan. Jadi, ormas Islam ini merasa harus mempunyai andil di persoalan tersebut.
“Solusinya berkolaborasi dengan politikus, negarawan, dan teman-teman media dengan berkolaborasi,” ujarnya.
Fakhrizal Idris mengaku kolaborasi dengan media tidak berarti dimintakan pembelaan media terhadap organisasinya.
Namun, dia meminta media-media memperjuangan kebenaran terutama yang berkaitan dengan Islam.
“Perjuangkanlah Islam,” tuturnya.
Apabila seorang Muslim membela Islam sebagai agamanya, maka Allah akan membela kehidupannya. Contohnya, ada seorang anak memperoleh beasiswa.
“Dia mengatakan ini bukan karena saya, karena orangtua saya sebagai seorang tokoh dakwah, padahal dia berada di bawah garis kemiskinan,” ucapnya.
Ayahnya, ujar Fakhrizal Idris, adalah seorang tokoh agama yang tidak mudah disuap siapapun. Banyak lembaga yang memiliki dana besar mendatanginya.
Jadi, anakanya memperoleh kehidupan secara mudah.
“Walaupun itu sederhana diakui anaknya,” ucapnya.
Bela Allah
Dengan begitu Wahdah Islamiyah sebagai ormas Islam ingin membela agama Allah dengan cara berdakwah. Langkah ini dilakukan sesuai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“20 tahun yang lalu banyak dai tidak mau ikut pemilu, tapi Wahdah Islamiyah diajak pemilu, walaupun kita tidak mengharapkan kejadian demokrasi seperti ini dan memengaruhi apa-apa,” ujarnya.
Bahkan, ajang ini dimanfaatkan oleh orang yang merusak, sehingga pemilu dianggap banyak mudaratnya difatwakan oleh para ulama pada 20 tahun lalu.
Jadi, banyak keburukan dibandingkan kebaikannya.
“Kebaikannya sedikit,” ujarnya.
Fakhrizal Idris mengungkapkan Wahdah Islamiyah ingin eksis pada 2030 yang sempat ditanyakan oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan). Kebijakan ini ditempuh lantaran Wadah Islamiyah membuat target capaian setiap 15 tahun sekali.
“Selanjutnya 2045 kami bukan untuk melakukan sesuatu,” tuturnya.
Ingin Eksis 2030
Wahdah Islamiyah ingin eksis pada 2030 dengan keberadaan organisasi ini secara nasional yakni keberadaan dewan pimpinan wilayah (DPW) di 38 provinsi.
Target ini sudah tercapai, bahkan sebanyak 36 DPW telah dimilikinya.
Kemudian, kehadiran di dewan pimpinan daerah (DPD) di 514 kabupaten dan kota. Dari hal ini baru dicapai separuhnya. Selain itu ingin memiliki 5% kader di setiap DPW dan DPW.
“Satu kota, misalnya 10 juta kader Wahdah Islamiyah,” tuturnya.
Pencapaian jumlah DPD, DPW, dan kader Wahdah Islamiyah diyakini akan tercapai pada masa akhir kepemimpinan DPP organisasi tersebut.
Pencapaian ini diibaratkan seperti Nabi Muhammad semua hanya memperoleh 100 jamaah saja.
“Tiba-tiba dalam lima tahun memperoleh 100 ribu jamaah, tidak lepas Madinah diakui sebagai negara berdaulat,” ucapnya.
Menyoal ketakutan sejumlah pihak terhadap Wahdah Islamiyah direspon Fakhrizal Idris bahwa ada prinsip-prinsip yang bisa disepakati bersama.
Meskipun, ada harga mati yang dianggapnya sangat mendasar bagi organisasi tersebut.
“Kami memberikan titik aman, kesepakatan kita di mana,” ucapnya.
Tantangan Wardah Islamiyah
Wahdah Islamiyah ingin dikenal sebagai organisasi masyarakat (ormas) setelah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Meskipun, organisasi ini mengalami berbagai tantangan dalam memberikan kontribusi kepada masyarakat seperti infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM).
“Kami sudah melakukan kerja-kerja selama ini,” ujar Bagian Humas Wahdah Islamiya Anwar Aras.
Salahsatu perkembangan terakhir dari Wahdah Islamiyah adalah badan zakat organisasi ini memperoleh penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP).
Untuk menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi Wahdah Islamiyah, ujar Fakhrizal Idris, salahsatunya dilakukannya berupa kolaborasi dengan semua media di Indonesia.
Pada kesempatan ini Wahdah Islamiyah memberikan bingkisan bagi wartawan guna menyambut Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah. Sebanyak 10 media hadir dalam acara tersebut seperti berdaulat.id, suara islam, dan panji ummat.