Kamis, September 25, 2025
No menu items!
BerandaNasionalUndang-undang Cipta Kerja : Deregulasi dan Eksploitasi Dalam Pusaran Oligarki

Undang-undang Cipta Kerja : Deregulasi dan Eksploitasi Dalam Pusaran Oligarki

Berdaulat.id, Ahad (14/03) Lembaga Kajian Hukum KAMMI (LKHK) menyelenggarakan webinar bertajuk “Mengidentifikasi Peraturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Pertauran Turunannya pada Sektor Sumber Daya Alam.”Webinar kali ini LKHK menghadirkan Fachri Aidulsyah, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Mira Fajri, Direktur Utama LKHK.

Mira memulai materinya dengan mengatakan, “Deregulasi merupakan konsepsi yang bisa mewakili ruh dari UU Cipta Kerja.” Menyambung materinya Mira menjelaskan bahwa terkait dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10/2021 tentang Minuman Keras (Miras). Kemudian pada (02/03) Presiden Joko Widodo menyatakan mencabut Perpres tersebut. Berdasarkan Perpres tersebut diketahui bahwa sebenarnya konsepsi Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan salah satu instrumen deregulasi dalam UU Cipta Kerja, sehingga industri Miras dalam UU Cipta Kerja ini masuk dalam bidang usaha yang terbuka.

Memulai pemaparannya, Fachri mengatakan, “Hal paling penting ketika kita berbicara tambang dan oligarki, tentu kita tidak lepas dari pertautan sejarah, tentang negara, pasar dan rakyat, lalu berkaitan dengan krisis, pandemi, bencana dan sebagainya. Seringkali, krisis, pandemi, dan bencana alam tersebut dijadikan penguasa sebagai alat untuk menciptakan UU atau kebijakan yang sensitif bagi kehidupan ekonomi politik masyarakat.”

Menurutnya, kepemilikan modal (kapital) sangat mudah mempengaruhi kebijakan-kebijakan strategis di Indonesia. Hal ini terjadi sejak era Indonesia merdeka. Dari sekitar 1200-an triliyun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia pada tahun 2011, sekitar 50 persen anggaran tersebut dikelola atau terkoneksi oleh jejaring bisnis lima puluh orang terkaya di Indonesia. Pada 2017, penguasaan aset di dalam sistem jasa keuangan (perbankan, e-commerce, dsb), 48 grup konglomerasi menguasai sekitar 66,96 persen aset dalam sistem jasa keuangan tersebut. Konglomerat tersebut, diantaranya Chairul Tanjung dan Aburizal Bakrie, yang saat ini juga adalah pemilik usaha pada sektor media dan juga batu bara. Sebagian besar dari mereka sudah hadir, berjejaring dan menjadi bagian dari klien Soeharto sejak Orde Baru (Orba), dan kebangkitan konglomerat tidak jauh dari sektor tambang pada tahun 1960-an akhir. Dan sebagian besar kesuksesan gurita bisnis mereka dimulai dari penguasaan mereka terhadap sektor tambang.

Selanjutnya, Fachri atau yang biasa disapa Adul juga mengungkapkan bahwa “Persoalan deregulasi terjadi sejak era Soeharto, yang dipengaruhi oleh persoalan krisis yang menimpa saat itu. Pada persoalan disaster capitalism (bencana atau krisis), kanal kapitalis melakukan transformasi diri untuk semakin mengukuhkan kekokohan bisnis ekonomi politik mereka atau kanal oligarki mereka sendiri. Diantaranya yang terjadi di Indonesia ini adalah pandemi Covid-19 untuk mengesahkan UU Cipta Kerja dan cepatnya proses pengesahan revisi UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) dalam rangka menguntungkan tujuh perusahaan minyak dan gas (migas) terbesar di Indonesia,” jelas Pegiat Marepus Corner tersebut.

“Pertautan oligarki dan kroni kapitalisme ini juga berhubungan dengan dukungan pada praktek Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada), baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten dalam rangka melanggengkan aktivitas bisnis mereka. Realita pemilu 2019 yang menciptakan politiasasi masyarakat yang begitu besar. Kedua kubu Prabowo – Jokowi memiliki pertautan ekonomi bisnis yang sama, meski di publik mereka bersaing secara politik, namun di belakang mereka saling berkolaborasi dalam menalankan aktivitas bisnis mereka,” tutupnya.

Nurfadli, salah satu peserta webinar berpendapat, “Pengesahan UU Cipta Kerja terbukti menjadi persoalan deregulasi, intriks dan hegemonik telah mengeksploitasi beberapa sektor. Ini bukan sekedar kebijakan, lebih dari itu menjadi alat pemersatu bagi kelas oligarki di negeri ini.” (DR)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments