Berdaulat.id, Jakarta, 6 Januari 2025 – Rencana pengembalian uang hasil pemerasan sebesar Rp 2,5 miliar oleh Polri kepada korban yang merupakan penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) menuai kritik tajam dari Indonesia Police Watch (IPW). Pengembalian uang tersebut dinilai bisa menjadi bukti ketidaktegasan Polri dalam menuntaskan kasus yang melibatkan anggotanya ke ranah pidana dan hanya menyelesaikannya melalui Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Menurut IPW, apabila Polri sebagai penyidik mengembalikan uang yang disita dalam kasus pemerasan ini, maka status uang tersebut yang semula sebagai barang bukti akan hilang. Sebagai barang bukti hasil kejahatan, uang tersebut seharusnya diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan dapat digunakan untuk mengungkap lebih lanjut jaringan pelaku, termasuk potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Jika uang sebesar Rp 2,5 miliar ini dikembalikan, berarti Polri meniadakan barang bukti yang seharusnya bisa digunakan untuk memperdalam penyidikan terhadap para pelaku. Tindakan ini akan menurunkan kepercayaan publik terhadap Polri, karena masyarakat akan merasa kasus ini tidak akan diproses dengan serius,” ungkap Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW.
Kasus pemerasan ini melibatkan anggota Polri yang tergabung dalam Satuan Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, yang diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah penonton DWP yang merupakan warga negara Malaysia. Pemerasan ini bukan hanya masalah hukum biasa, tetapi juga menyangkut tindak pidana korupsi yang menurut IPW tidak bisa diselesaikan melalui jalur Restorative Justice.
IPW menekankan bahwa pengembalian uang kepada korban tidak akan menyelesaikan masalah hukum, melainkan justru menghalangi pengungkapan lebih dalam mengenai modus operandi, motif, serta kemungkinan aliran dana kepada pihak lain. Hal ini juga berpotensi mengarah pada kasus pencucian uang (TPPU), yang bisa membuka jaringan kejahatan lainnya.
Sebagai respons atas kasus ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya sudah menginstruksikan kepada jajarannya untuk memberikan tindakan tegas terhadap anggota yang melanggar hukum, termasuk pemecatan (PTDH) dan proses pidana. “Perlu tindakan tegas, jadi tolong tidak pakai lama, segera copot, PTDH, dan proses pidana. Segera lakukan dan ini menjadi contoh bagi yang lainnya,” ujar Kapolri dalam arahannya pada 19 Oktober 2021.
Namun, meskipun sidang Komisi Kode Etik Polri telah memutuskan PTDH terhadap tiga anggota Polri yang terlibat dalam kasus pemerasan DWP, IPW menilai keputusan ini masih kontroversial. Terutama terhadap mantan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Donald Simanjuntak, yang dianggap tidak menindak anggotanya meskipun mengetahui perbuatan pemerasan tersebut. “Putusan terhadap Kombes Simanjuntak yang hanya dianggap lalai dan tidak menindak anggotanya, bisa menjadi celah untuk diubah dalam tingkat banding, seperti yang terjadi dalam kasus Ferdy Sambo,” ujar Sugeng.
IPW mengingatkan bahwa kasus ini akan menjadi titik tolak bagi Polri di tahun 2025, di mana langkah-langkah penegakan hukum terhadap anggota Polri yang melanggar akan sangat diperhatikan oleh masyarakat. Sikap tegas Presiden Prabowo, sebagai pimpinan Polri, juga sangat dinanti oleh publik.
“Keputusan terkait pemecatan, pengembalian uang hasil pemerasan, dan tindak lanjut penyidikan harus diambil dengan hati-hati agar tidak mencederai kepercayaan publik. Sikap tegas terhadap anggota Polri yang nakal harus menjadi prioritas utama,” tambah Sugeng.
Dugaan pemerasan yang melibatkan anggota Polri ini semakin memperburuk citra Polri, dan hanya melalui pemeriksaan pidana yang transparan serta komitmen untuk memberantas polisi-polisi nakal yang bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi ini.
Kontak IPW: Sugeng Teguh Santoso
Ketua Indonesia Police Watch
HP: 082221344458
Data Wardhana
Sekjen Indonesia Police Watch