Kamis, September 25, 2025
No menu items!
BerandaBerita UtamaPemilu Curang, Gatot Nurmantyo: Selamatkan Indonesia dari Disintegrasi Bangsa

Pemilu Curang, Gatot Nurmantyo: Selamatkan Indonesia dari Disintegrasi Bangsa

Jakarta, Berdaulat.id – Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo merasa miris membaca hasil survei yang dilakukan oleh Pemuda ICMI Pusat yang menyatakan bahwa Pemilu 2024 dipastikan curang yang akan berdampak sangat serius yakni disintegrasi bangsa.

“Ini satu peringatan. Jangan main-main dengan kondisi ini. Bagi siapapun yang tidak mengindahkan peringatan ini, maka dia membiarkan kehancuran,” katanya dalam diskusi publik berjudul ‘Selamatkan Pemilu yang Demokratis’ di Jakarta, Sabtu (13/02/2024).

Rakyat Indonesia, ucap Gatot Nurmantyo, diingatkan saat ini masyarakat sedang menghadapi pengkhianat bangsa.

“Saat ini ada ancaman disintegrasi bangsa dan ada upaya pengkhianatan terhadap negara. Kalau kita tidak bangkit, kita akan pecah,” ujarnya.

Gatot Nurmantyo menyarankan rakyat Indonesia mencegah perpecahan ini.

“Ayo kita kawal dengan membuat ‘Posko Indonesia Siaga’ agar tidak terjadi perpecahan,” ujarnya.

Laporan survei berjudul ‘Pemilu Curang dan Ancaman Disintegrasi Bangsa’ menyebutkan sebanyak 85,2% responden setuju memisahkan diri dari NKRI jika Pemilu curang, 6,7% tidak setuju, dan 8,1% agak setuju.

“Dengan demikian hasil survei ini menunjukkan adanya tingkat kekhawatiran dan ketidakpuasan tinggi di kalangan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu yang curang,” kata Wakil Ketua Umum Organisasi dan Kaderisasi Pemuda ICMI Pusat, Muharam Namlea.

Survei ini melibatkan 2400 responden di wilayah Sumatera, dimana sebanyak 85,2% percaya bahwa Pemilu curang. Jika terbukti curang, kata Muharam, masyarakat Sumatera sepakat untuk memisahkan diri dari Indonesia.

“Ini hasil survei yang bicara, bukan saya, mereka pilih memisahkan diri dari Indonesia jika terbukti Pemilu curang,” ucap Muharam Namlea.

Hadir sebagai pembicara lain yakni Ikrar Nusa Bakti (Pengamat Politik), Ubedilah Badrun (Ketua Prodi Ilmu Sosiologi UNJ), Ishak Rafick (Penulis), dan Hersubeno Arief dari FNN sebagai moderator.

Peserta diskusi yang hadir antara lain Abraham Samad (mantan Ketua KPK), Faizal Assegaf (kritikus), Purnawirawan TNI Suharto, Purnawirawan TNI Soenarko, mantan anggota DPR RI Hatta Taliwang, dan tokoh-tokoh partai politik.

Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah pasti tidak netral dengan menggunakan tangan TNI dan Polri untuk mempengaruhi pemilih. Dia menyayangkan sikap Kapolri yang tidak netral.

“Saya berani katakan Presiden pembajak demokrasi. Dia merusak demokrasi dengan memaksakan anaknya. Presiden melakukan dramaturgi, apa yg diucapkan dengan dilakukan bagai bumi dan langit,” ucapnya.

Cawe-cawe Jokowi makin tampak nyata saat pasca debat Presiden berbicara dengan tiga menteri, membahas kampanye apa yang bisa memenangkan capres pilihannya.

“Ini kejahatan demokrasi,” ucapnya.

Presiden Jokowi, ujar Ikrar Nusa Bakti, juga melakukan politik ketakutan di kelompok capres dan para kepala daerah.

Jadi, jangan kaget jika upaya Masinton Pasaribu mengusulkan Hak Angket tidak mendapatkan dukungan parlemen bahkan dari partai sendiri.

“Parlemen tidak berhasil menjadi balancing bagi jalannya pemerintahan. Kekuatan parlemen ada di tangan Jokowi,” tuturnya.

Dengan begitu rakyat Indonesia diminta untuk segera bertindak, bukan omong-omong.

“Kita tidak sekadar siaga, tetapi harus bergerak, tapi kita tidak akan melawan aparat TNI Polri. Mereka bagian dari masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Ikrar Nusa Bakti berharap para perwira kembali ke tugas pokok TNI, jaga serangan dari luar. Tugas Polri pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat, bukan penguasa.

Tidak ada tugas TNI Polri yang menjalankan perintah presiden memenangkan salah satu paslon. Jika demikian, maka polisi ikut merusak demokrasi.

“Kita harus hindari demokrasi kaum penjahat,” ujarnya.

TNI dan Polri diminta tidak terjebak dalam permainan dinasti politik yang terdiri dari Jokowi, Iriana, Gibran, Kaesang dan Bobby.

“Demokrasi kita dirusak hanya oleh 5 orang,” ujarnya.

Menyoal Presiden Jokowi yang mengundang organisasi kepala desa ke istana, ujar Ikrar Nusa Bakti, dipertanyakan apa yang bisa dilakukan.

“Kalau kepala daerah sudah di tangan Presiden, apa yang kalian bisa lakukan?” ujarnya.

Ubedilah Badrun menambahkan prestasi sangat penting bagi sebuah negara demokratis jika sirkulasi pemilu dengan demokratis.

Jadi, penyelenggara pemilu dan wasit harus independen. Kalau on the track, maka demokratis.

Fakta di Indonesia saat ini penyelenggara Pemilu melanggar etik dan cacat moral. Apalagi presiden terang terangan cawe-cawe.

Kecurangan pemilu kata Ubed dilakukan sejak awal.

“Siapa yang paling bertanggungjawab? Ya Jokowi. Kalau faktor utamanya sudah jelas, maka Pemilu wajib tanpa Jokowi,” tuturnya.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments