Kamis, September 25, 2025
No menu items!
BerandaNasionalMenyelaraskan Teknologi dan Empati: Masa Depan Rekrutmen HR

Menyelaraskan Teknologi dan Empati: Masa Depan Rekrutmen HR

Jakarta, 19 September 2025 – Di Tengah dominannya penggunaan AI (artificial intelligence) dalamproses rekrutmen karyawan, laporan terbaru dari berbagai sumber global (SHRM, CIPD, PwC,McKinsey, platform LinkedIn Talent Solutions, dll) menunjukkan mulai banyak perusahaan yangmeninjau ulang atau mengurangi ketergantungan mereka dalam penggunaan kecerdasan buatan tersebut.

Sementara laporan Survei PwC Global Talent Trends (2024-2025) mengungkap
rendahnya kepercayaan kandidat dan HR profesional terhadap AI-only recruitment karena
cenderung mengabaikan aspek soft skill, nilai-nilai dan budaya kerja. Dalam proses rekrutmen,AI dinilai membantu mempercepat tahap awal seleksi karyawan, namun keputusan kritis dalam rekrutmen tetap membutuhkan sentuhan manusia.

SHRM Talent 2025 Sneak Peek mengungkap 60% perusahaan menggunakan AI untuk
mempercepat proses rekrutmen dengan penghematan waktu seleksi hingga 30-50%. Namun, 42% perusahaan melaporkan penurunan akurasi dalam menemukan kandidat yang benar-benar sesuai, terutama dalam menilai kemampuan soft skill dan kecocokan budaya.

Bahkan 35% perekrut dalam studi IBM (2025) harus melakukan penyaringan manual ulang atas hasil AI. Hal ini menegaskan bahwa AI berfungsi sebagai alat bantu dan bukan pengganti penuh HR dalam hal kualitas dan ketepatan rekrutmen.

Susanto, pakar HR dan pengembang sistem asesmen digital di HCC (Human Care Consulting), menjelaskan bahwa fenomena rollback penggunaan AI ini menunjukkan bahwa peran manusia, khususnya divisi HR, masih sangat vital dalam menciptakan proses rekrutmen yang holistik dan berimbang.

“AI mempercepat proses seleksi, sementara manusia memastikan kesuksesan jangka
panjang melalui penilaian budaya dan adaptasi, sehingga proses ini disempurnakan oleh kombinasi kecerdasan buatan dan sentuhan manusia,” jelasnya.

Susanto merujuk pada trend banyaknya perusahaan global di AS, Eropa, dan Asia yang mulai mengintegrasikan pendekatan hybrid dalam proses rekrutmen, dengan menggabungkan AI untuk penyaringan awal dan keterlibatan manusia pada tahap evaluasi akhir. Model ini terbukti meningkatkan efektivitas seleksi sebesar 25% dan kepuasan perekrut mencapai 70%. “Teknologi bisa menyaring ratusan CV dalam hitungan detik, tetapi siapa yang benar-benar akan bertahan dan berkembang, tetap membutuhkan analisis yang tak bisa didigitalkan.

Penilaian tentang kecocokan budaya, dinamika tim, dan soft skill, seperti empati, kemampuan adaptasi, atau kemampuan belajar sebenarnya masih menjadi wilayah yang sepenuhnya human-centered,” ujarnya.

Ia menilai pentingnya reposisi HR untuk merespon tren tersebut dengan mengadopsi paradigma HR sebagai strategic partner. HR tidak hanya merekrut, tetapi ikut merancang budaya kerja yang adaptif dan selaras dengan visi organisasi. HR menjadi jembatan komunikasi antara manajemen dan karyawan, terutama dalam menjembatani gap antar-generasi yang kian terasa di tempat kerja.

Dari millennial hingga Gen Z, tiap generasi membawa cara kerja, harapan, dan nilai berbeda dan peran HR bukan sekadar menengahi, tapi menghubungkan dan menciptakan ruang kolaborasi.

“Organisasi yang mampu mempertahankan talenta terbaik bukanlah yang paling banyak
menggunakan teknologi, tapi yang mampu mengkombinasikan teknologi dengan empati, data dengan intuisi, dan efisiensi dengan ownership. AI adalah alat bantu, bukan penentu. Dan HR yang dilengkapi dengan dukungan alat yang tepat, akan tetap menjadi pengambil keputusan utama dalam membentuk tim yang tidak hanya produktif, tapi juga selaras dengan arah dan nilai perusahaan.”

Susanto menegaskan, dalam lanskap dunia kerja yang makin kompleks dan serba otomatis, kemampuan membaca data tentu penting. Tapi memahami orang di balik data serta bagaimana mereka berpikir, beradaptasi, dan bertumbuh itulah yang membuat organisasi benar-benar unggul.

“Dengan AI, HR dapat mempercepat tahap seleksi, namun untuk memastikan keberlanjutan dan budaya yang sehat, keputusan akhir tetap harus berbasis pada analisis manusia,” ujarnya.

Tentang Human Care Consulting
Human Care Consulting (HCC) adalah penyedia layanan psikotes online dan pengembangan SDM yang telah dipercaya lebih dari ratusan institusi di Indonesia. Dengan pendekatan berbasis data, teknologi, dan jaringan psikolog profesional, HCC membantu perusahaan menemukan, mengembangkan, dan mempertahankan talenta terbaik secara akurat dan relevan.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments