Jumat, November 14, 2025
No menu items!
BerandaArtikelKisah Singkat dan Penyebab Perang Badar yang Agung

Kisah Singkat dan Penyebab Perang Badar yang Agung

Perang Badar terjadi pada 17 Ramadan tahun 2 H. Penyebab awal perang ini adalah ketika Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus para sahabat  untuk menghadang kafilah dagang Quraisy yang kembali dari Syam. Namun rombongan dagang Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan ini ternyata lolos dari hadangan sariyah (batalyon) yang diutus oleh Nabi. Abu Sufyan beserta rombongannya sampai ke Mekkah dengan selamat.

Awalnya Rasulullah tidak merencanakan adanya perang atau pertempuran. Namun saat Abu Sufyan tahu, sedang dihadang dia segera mengirim kurir ke Mekkah[1] untuk menyampaikan pesar agar bersiap siaga melindungi kafilah dagang yang dipimpinnya. Orang kafir Quraisy kemudian merespon permintaan Abu Sufyan tersebut dengan mengerahkan pasukan perang. Sekitar 1000 personel dikerahkan menuju Madinah. 600 diantaranya prajurit infanteri dan 100 prajurit kavaleri (pasukan berkuda).  Semuanya mengenakan baju besi. Selain itu mereka juga membawa serta 700 Unta.

Quraiy benar-benar mengerahkan pasukan besar untuk menyerang Madinah. Bersama mereka dalam rombongan pasukan tersebut turut serta beberapa budak perempuan yang bertugas menabuh rebana serta mendendangkan syair dan nyanyian yang menghina kaum Muslimin.

Sementara itu pasukan kaum Muslimin hanya terdiri dari tiga ratus belasan (313 atau 314) personel. Umumnya berasal dari kalangan Ansar. Mereka hanya membawa 70 ekor Unta dan 2 atau 3 ekor kuda. Dua ekor kuda tersebut masing-masing dikendarai oleh Miqdad bin Aswad dan Zubair bin Awwam. Sementara 70 ekor Unta dikendarai oleh 2-3 orang secara bergantian. Termasuk nabi shalllahu ‘laihi wa sallam mengendari satu Unta secara bergantian bersama Ali bin Thalib dan Martsad bin Abi Martsad. Dalam riwayat lain beliau bersama Ali dan Abu Lubabah.[2]

Panji agung  kaum Muslimin diusung oleh Mush’ab bin Umair. Selain itu Rasulullah juga memberikan panji detasemen  (‘alam ktibah) kepada masing-masing dari Ansar dan Muhajirin. Panji detasemen Ansar diusung oleh Sa’ad bin Mu’adz, sedangkan panji detasmen Muhajirin diusung oleh  Ali bin Abi Thalib.[3] Pasukan sayap kanan dipimpin oleh Zubair bin Awwam, sedang sayap kiri dipimpin oleh Miqdad bin ‘Amr. Sebagai panglima utama adalah Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam.

Namun sebelumnya Rasulullah terlebih dahulu meminta pendapat para sahabat melalui musyawarah. Beliau meminta persetujuan kaum Ansar dan Muhajirin untuk ikut serta dalam  peperangan. Beliau meminta izin dan persetujuan karena awalnya mereka keluar bukan untuk berperang, tapi hanya untuk menghadang rombongan dagang. Respon pertama disampaikan oleh kaum Muhajirin. Mereka menyambut baik ajakan dan instruksi Nabi. Menyusul kaum Ansar menyampaikan persetujuan dan kesiapan. Adalah Sa’ad bin Muadz yang dengan lantang mengatakan bahwa, “kami telah mempercayai dan membenarkamu wahai Rasulullah. Dan kami bersaksi bahwa ajaran yang engkau bawa adalah haq,  . . . lanjutkanlah misimu wahai Rasulullah, kami akan selalu bersamamu.  . . . Sungguh kami akan mengikuti perang dengan sabar dan bersungguh-sungguh dalam pertempuran”.

Rasulullah meneruskan perjalanan hingga sampai di lembah Badar. Tepatnya di dekat sumber air. Beliau berhenti di tempat itu. Posisi ini dipandang kurang strategis oleh sahabat Habbab bin Mundzir. Namun dengan penuh adab beliau bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah tempat ini merupakan tempat yang diwahyukan Allah untuk anda tempati berkemah sehingga tidak boleh maju atau mundur, ataukah ini murni pendapat pribadi, siasat perang, dan bagian dari srtategi?” “Ini pendapat pribadi, murni siasat perang dan termasuk bagian dari strategi”, jawab Rasulullah.[4]

Setelah jelas bagi Habbab bahwa tempat itu dipilih oleh Rasulullah bukan karena petunjuk dari wahyu Allah, tapi murni pendapat pribadi sebagai bagian siasat dan strategi perang. Sehingga Habbab mengusulkan siasat dan statergi yang lebih jitu. Beliau mengusulkan agar Rasul bergeser ke tempat lain yang lebih strategis. Lokasi yang diusulakan Habab adalah titik strategis yang memungkinkan kaum Muslimin dapat  memblokir dan menutup akses sumber bagi kaum Musyrikin. Rasul menerima usulan Habba. Mereka kemudian berpindah ke lokasi yang ditunjukan oleh Habab dan mereka berkemah di sana.

Malam 17 Ramadan Jelang Perang Badar

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengisahkan situasi malam 17 Ramadan jelang perang Badar. ‘’Malam itu kami semua tertidur (malam itu lembah Badar diguyur hujan yang membuat para sahabat tertidur pulas) kecuali Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam. Beliau salat menghadap sebatang pohon. Beliau salat dan berdoa semalam suntuk sampai pagi. Beliau melalui malam itu dengan berdoa kepada Allah, “Ya Allah jika engkau binasakan (buat kalah) pasukan ini maka tidak ada lagi yang menyembah-Mu kelak. Tatkala terbit Fajar beliau berseru “As-Shalah ‘ibada lla’’, Shalat wahai hamba-hamba Allah.” Lalu parasa sabat berkumpul dan mengerjakan salat Subuh yang diimami oleh Rasulullah.  

Usai Salat Rasulullah menyampaikan orasi dan motivasi kepada para Sahabat. Beliau mengatakan, “Demi Allah, siapapun yang bertempur melawan mereka lalu gugur dalam keadaan bersabar dan mengharap ridha Allah niscaya Allah akan memasukannya ke dalam surga”. Rasul terus berdoa. Ibnu Abbas meriwayatkan sebagaimana dalam Shahih Bukhari , “ Pada pagi hari perang Badar Rasulullah berdoa, ya Allah aku mengharapkan kekuatan-Mu dan kebenaran janji-Mu, jika Engkau berkehendak dan hancurkan golongan pasukan ini, Engkau tidak akan disembah lagi di bumi ini”.  Beliau bersujud sangat lama, sampai-sampai Abu Bakar berkata kepada beliau, “Sudahlah wahai Rasulullah. Sungguh-sungguh, Allah pasti akan memenuhi janji-Nya kepada-Mu”.  Rasulullah bangkit lalu berkata, “Golongan itu (musyrik Quraisy) pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang”. (Qs.Al-Qamar ayat 45).

Pertempuranpun berkecamuk dengan sengit yang diawali dengan perang tanding (mubarazah). Tantangan mubarazah datang dari pihak musyrik Quarisy. Adalah Utbah bin Rabi’ah disertai putranya Al-Walid bin Utbah dan saudaranya Syaibah bin Rabi’ah yang mengajak duel perang tanding. Tantangan duel ini disambut oleh pemuda Ansar. Mereka ingin berduel perang tanding dengan yang dari kaum (suku) mereka sendiri (Quraisy). Lalu Rasulullah mendaulat Ali, Hamzah, dan Ubaidah bin Jarrah untuk meladeni perang  tanding yang diajukan Utbah.

Duel perang tanding pun berlangsung sengit. Ali berhadapan dengan Syaibah, Hamzah  melawan Utbah, sedangkan Ubaidah versus Al-Walid. Hamzah berhasil melumpuhkan dan menghabisi Utbah, demikian pula Ali sukses menumbangkan Syaibah dan membunuhnya. Ubadaih sempat kewalahan dan terluka, sehingga Al-Walid diselesaikan oleh Hamzah dan Ali. Selanjutnya Ali dan Hamzah mengotong Ubaidah ke kemah pasukan Muslimin.

Pasukan Muslimin Memenangkan Pertempuran Badar

Hasil perang tandingpun sampai ke kemah pasukan musyrikin Quraisy. Mereka geram dan marah, sehingga mereka memulai serangan ke pasukan Muslimin. Rasul menginstruksikan kepada pasukan Muslimin agar menghujani pasukan musyrikin dengan anak panah saat mereka mendekat. Ini dimaksudkan untuk memaksimalkan bidikan anak panah mereka.

Pertempuran terus berkecamuk hingga berakhir dengan kemenangan di pihak pasukan Muslimin dan  kekalahan telak di pihak pasukan musyrikin Quraisy. Dari pasukan  musyrikin Quraisy terbunuh 700  personel dan 70 personel lainnya ditawan. Beberapa tokoh dan pembesar musyrikin Quraisy terbunuh dalam perang badar ini, termasuk Abu Jahal, Utbah bin Rabi’ah, al-Walid bin Rabi’ah, Umayyah bin Khalaf, Uqbah bin Abi Mu’aith, dll. 14 diantaranya yang merupakan pembesar musyrikin Quraisy dicampakkan kedalam sumur tua yang busuk di lembah Badar.

Setelah menguburkan syuhada Badar dari pasukan Muslimin Rasulullah kembali ke Madinah. Seampai di Madinah beliau bermusyawarah dengan para Sahabat perihal tawanan perang Badar. Abu Bakar mengusulkan agar Rasul meminta tebusan berupa harta. Umar mengusulkan agar mereka dibunuh. Ada pula usulan agar yang bisa baca tulis diantara mereka menebus dirinya dengan mengajari anak-anak kaum Muslimin  membaca dan menulis. Awalnya nabi menerima usulan Abu Bakar. Namun keesokan harinya turun ayat (Al-Anfal : 67-68) yang mengingatkan beliau, “tidak selaknya seroang Nabi memiliki tawanan sebelum dia melumpuhkan (mengalahkan musuhnya secara total) di muka bumi”. (HR. Muslim).

Demikian kronologis singkat dan umum perang Badar Kubra yang terjadi pada tanggal 17 Ramadan tahun 2 hijriah. Banyak ibrah dan pelajaran serta hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa ini. Sebab semua peristiwa yang terjadi pada diri dan kehidupan Rasulullah mengadung pelajaran berharga. Insya Allah hikmah dan ibrah serta pelajaran dari perang badar ini akan penulis sajikan pada tulisan brikutnya.[]


[1] Kurir utusan Abu Sufyan bernama Dham dham bin Amr

[2] Apakah Rasul gantian naik Unta dengan Ali dan Martsad atau Abu Lubabah? Ibnu Mas’ud menuturkan, ‘’Saat terjadi perang Badar, sepanjang perjalanan setiap tiga orang bergantian mengendarai satu Unta. Abu Lubabah dan Ali sekelompok dengan Rasulullah. Setiap kali tiba giliran Rasulullah untuk turun dan berjalan, Ali dan Abu Lubabah berkata, “Biarlah kami berdua yang tetap berjalan wahai Rasulullah”. Maka Rasul berkata, “Kalian berdua tidaklah lebih kuat dariku sedangkan akupun masih mengharpkan pahala yang kalian dapat”. (HR. Ahmad)

[3] Dalam moment dan konteks ini Rasul dan tidak ‘’mengikat” para  sahabagt dengan identitas primordialisme kesukuan tapi dengan identitas kontributif, yakni hijrah dan nushroh.

[4] Hal ini menunjukkan keluhuran adab para Sahabat kepada Nabi shallaalhu ‘alaihi wa sallam, mereka dengan cerdik dapat memilah aspek yang harus mereka terima tanpa tanya dan aspek yang masih bisa mereka tanyakan dan sampaikan usulan terbaik. Jika yang disampaikan oleh Rasul merupakan wahyu dari Allah maka mereka terima tanpa tanya. Tapi jika yang disampaikan dan atau dilakukan oleh Nebi merupakan pendapat pribadi yang sifatnya manusiawi, ijtihad duniawi, strategi dan siasat maka mereka dengan penuh adab menyampaikan opsi yang terbaik berdasarkan ilmu dan pengalaman mereka.

Dr. Syamsuddin Lahanufi M. Pdi
Dr. Syamsuddin Lahanufi M. Pdi
Dr. Syamsuddin Lahanufi, M. Pdi. adalah penulis aktif yang juga merupakan pimpinan Pesantren Tahfidz Wahdah Islamiyah Bogor, dosen di STAIA Bogor dan pengurus MUI Pusat Komisi Pendidikan & Kaderisasi. Gelar Doktor diraihnya di Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor pada 25 Februrari 2020
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments