Kamis, September 25, 2025
No menu items!
BerandaNasionalKetua Kadin Mohamad Bawazeer: Perdagangan Indonesia ke Timur Tengah Tak Terganggu Pasca...

Ketua Kadin Mohamad Bawazeer: Perdagangan Indonesia ke Timur Tengah Tak Terganggu Pasca Perang Iran-Israel, Tapi Tarif AS 32% Jadi Ancaman Berat

Berdaulat.id, JAKARTA – Perdagangan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah tetap lancar selama dan setelah perang Iran-Israel, meskipun sempat terjadi penundaan penerbangan termasuk pemulangan jemaah haji. Namun, kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang mencapai 32 persen pasca konflik tersebut dinilai lebih memukul pelaku usaha Tanah Air, dengan potensi kenaikan tambahan 10 persen akibat keanggotaan permanen Indonesia di blok BRICS.

Hal ini diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Komite Bilateral Timur Tengah, Ir. Mohamad Bawazeer, saat menjawab pertanyaan media di Jakarta, Sabtu (12/7/2025). Bawazeer, yang juga menjabat sebagai Ketua Pengawas Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI), menekankan bahwa dampak langsung konflik terhadap perdagangan laut komoditas Indonesia ke Timur Tengah tidak signifikan.

“Yang sangat memukul pelaku usaha kita adalah penetapan tarif masuk komoditas ke Amerika Serikat pasca perang tersebut, yakni sebesar 32 persen. Kemudian (kemungkinan) akan ditambah 10 persen lagi karena Indonesia secara permanen sudah masuk ke dalam keanggotaan blok dagang BRICS (Brazil, Rusia, India, China, South Africa),” tutur Bawazeer. 10 11 0

Ia menjelaskan, pasca perang Iran-Israel, AS menerapkan tarif tinggi terhadap Indonesia dan beberapa negara lain, sementara negara-negara Timur Tengah masih dikenakan tarif rendah sekitar 10 persen, sama seperti sebelum konflik. Jika ditambah 10 persen karena BRICS, tarif untuk Indonesia bisa mencapai 42 persen, menciptakan perbedaan hingga 32 persen yang sangat memberatkan. 34 37

“Hal ini sangat merugikan Indonesia. Tidak hanya ekspor terganggu tapi nantinya pengusaha atau investor lebih cenderung menanamkan modalnya di negara-negara yang biaya masuk produknya ke Amerika rendah,” lanjut Bawazeer.

Menurutnya, meskipun konflik menyebabkan kenaikan harga minyak sementara—yang sempat diperkirakan mencapai 100 dolar AS per barel—namun hal itu tidak terjadi secara signifikan. Dampak langsung perang lebih terasa pada gangguan logistik seperti delay penerbangan, tetapi perdagangan komoditas via laut tetap lancar. 20 25

“Justru itu yang harus kita pikirkan—kalau penerapan pajak ini akibat daripada perang Amerika/Israel melawan Iran. Jadi dampak langsungnya tidak ada. Ada sedikit tapi tidak signifikan. Yang lebih memprihatinkan itu adalah kebijakan Amerika yang sudah menerapkan pajak 32 persen secara mandatori (ditambah 10 persen karena masuk BRICS). Ini akan membuat investor berpikir untuk memindahkan pabriknya ke negara-negara Timur Tengah,” tegas Bawazeer. 21 15

Untuk menyikapi hal ini, Bawazeer menyarankan pemerintah menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan longgar, terutama bagi pengusaha yang terdampak. Langkah-langkah seperti pemberian insentif, pengenaan pajak rendah, dan pemotongan birokrasi dinilai krusial untuk menjaga kepastian usaha.

“Artinya, jangan terhambat oleh birokrasi, jangan terganggu oleh kebijakan-kebijakan baru yang kontra produktif. Ini point yang sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah karena pengusaha itu perlu kepastian dan iklim investasi yang terjamin,” tambahnya.

Di sisi lain, Bawazeer mendorong pengusaha dan pemerintah untuk mendiversifikasi pasar ekspor, seperti ke Eropa dan negara-negara mitra tradisional Indonesia, guna mengurangi ketergantungan pada AS. 35

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments