Kamis, September 25, 2025
No menu items!
BerandaArtikelKapan Sebaiknya Memulai Puasa Syawal?

Kapan Sebaiknya Memulai Puasa Syawal?

Kapan Sebaiknya Memulai Puasa Syawal?

Puasa Syawal yang dimaksud dalam tulisan ini adalah puasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Puasa tersebut ialah puasa sunnah enam hari pada bulan Syawal yang dikabarkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya;

من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال فذاك صيام الدهر

Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian mengikutikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka itu sama dengan puasa setahun”.

Dalam riwayat lain;

من صام رمضان وستة أيام بعد الفطر كان تمام السنة من جاء بالحسنة فله عشر أمثالها

Barangsiapa berpuasa Ramadan dan enam hari setelah Idul Fitri maka itu sama dengan puasa sempurna setahun (karena) siapa yang melakukan satu kebaikan maka ia memperolah balasan sepuluh kali lipatnya”. (HR. Ibnu Majah).

Kapan Sebaiknya Memulai Puasa Syawal?

Puasa Sunnah enam hari di bulan Syawal sebaiknya dimulai pada hari-hari pertama bulan Syawal setelah hari Ied. Setelah melewati hari terlarang berpuasa (tanggal 1 Syawal). Jadi puasa enam hari di bulan Syawal dapat dimulai sejak tanggal 2 Syawal.

Menurut sebagian Ulama, bersegera memulai puasa Syawal pada hari-hari awal lebih afdhal. Karena hal itu mencerminkan sikap bersegera dalam kebaikan yang diperintahkan Allah, seperti dalam surat Ali Imran dan Al-Hadid;

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Bergegaslah kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasanya seluas langit dan bumi yang disiapkan untuk orang-orang bertakwa”.

سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاء وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاء وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

“Berlombalah kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasanya seperti luasnya langit dan bumi dan disiapakan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya, itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada orang-orang yang Dia kehendaki dan Allah pemilik karunia yang agung”.

Dan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal termsuk kebaikan yang merupan sebab ampunan dan wasilah masuk surga, sehingga menyegerakan puasa enam hari di bulan Syawal di hari-hari pertama Syawal sejalan dengan ayat tersebut. Bahkan Syekh Utsaimin rahimahullah menganggap hal itu lebih afdhal. Beliau mengatakan;

الأفضل أن يكون صيام ستة أيام من شوال بعد العيد مباشرة، وأن تكون متتابعة. مجموع الفتاوى (20/ 20

yang afdhal adalah puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ied langsung dan dilakukan secara berturut-turut”. (Majmu’ Fatawa, 20/20).

Namun jika di akhirkan pada pekan-pekan kedua dan atau setelahnya tetap boleh selama masih di bulan Syawal. Apalagi jika situasi dan kondisi menjadikan seseorang tidak dapat berpuasa satu dua hari langsung setelah Salat Ied. Seperti menjamu tamu yang sedang berkunjung pada hari-hari pertama pasa lebaran. Atau sedang berkunjung ke rumah saudara, kerabat, atau teman di pekan pertama Syawal. Dimana saat bertamu biasanya disuguhkan makan/minum.

Bahkan Syekh Al-Thuraifi memandang bahwa sebaiknya puasa sunnah enam hari di bulan Syawal tidak langsung dilaksanakan satu dua hari setelah Ied.Yakni jika seseorang sedang menerima tamu dan atau bertamu atau berkunjung ke rumah kerabat dan saudara pada hari-hari tersebut. Puasa syawal waktunya sampai akhir Syawal sedangkan saling mengunjungi dalam suasana lebara idul fitri waktunya terbatas di har-hari awal.

Penulis sendiri memandang bahwa yang lebih afdhal adalah apa yang paling sesuai dengan kondisi seseorang. Jika di hari-hari awal syawal dia memang sedang menerima tamu kunjungan saudara, kerbat, tetangga, dan atau berkunjuang silatrhami ke rumah saudara, kerabat, dan tetangga, maka sebaiknya menunda puasa syawal setelah dua tiga hari kemudian. Sebab menikmati hidangan tuan rumah saat berkunjung dan atau menemani dan menyertai makan/minum tamu yang sedang dijamu juga merupakan bagian dari kebaikan. Yakni mempererat hubungan dan mengokohkan persaudaran. Wallahu a’lam. []

Dr. Syamsuddin Lahanufi M. Pdi
Dr. Syamsuddin Lahanufi M. Pdi
Dr. Syamsuddin Lahanufi, M. Pdi. adalah penulis aktif yang juga merupakan pimpinan Pesantren Tahfidz Wahdah Islamiyah Bogor, dosen di STAIA Bogor dan pengurus MUI Pusat Komisi Pendidikan & Kaderisasi. Gelar Doktor diraihnya di Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor pada 25 Februrari 2020
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments