Bogor, Berdaulat.id – Seorang perempuan berhijab dengan nama Evi Dellas Oktavia meminta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibinong memutuskan kasus gugatannya secara adil.
“Dan obyektif juga,” kata Evi sapaannya.
Ibu yang berusia 48 tahun ini menggugat beberapa pihak untuk mengembalikan haknya berupa sertifikat hak milik (SHM) rumahnya. Ia berharap hakim mengabulkan permohonan gugatannya berupa SHM dan mengganti kerugian immaterial.
“Karena saya sampai terusir dari rumah saya sendiri,” ujarnya.
Evi mengaku peristiwa naas itu berawal dari proses jual beli rumahnya yang berlangsung pada 2018. Ibu dua anak ini bermaksud menjual rumahnya di Taman Pagelaran Ciomas Bogor yang harga pasarannya Rp700 juta sampai Rp800 juta.
“Sepakat 500 juta rupiaj, karena butuh, saya setuju,” tuturnya.
Ketika seseorang bernama Acim berminat membeli rumahnya, Evi berkata jujur kalau sertifikatnya masih ada di salah satu perusahaan multifinance di Ciwaringin, Kota Bogor, Jawa Barat.
Berdasarkan kesepakatan Evi dan pihak yang ingin membeli rumahnya, mereka sepakat melunasi tagihan Evi di perusahaan multifinance tersebut.
“Pembeli ingin melihat sertifikat rumah saya,’ tutur Evi.
Evi datang melunasi ke perusahaan multifinance tersebut bersama perwakilan Acim yang ingin membeli rumahnya. Dia dijanjikan akan langsung memperoleh sertifikat rumahnya setelah pelunasan tagihan sekitar Rp120 juta.
Setelah pelunasan, pihak perusahaan multifinance ternyata tidak langsung memberikan sertifikat rumahnya.
“Dijanjikan keluar 14 hari kerja,” ujar Evi.
Setelah 14 hari kerja, Evi menanyakan perihal sertifikat rumahnya kepada pihak yang melunasi tagihannya itu. Namun ia menerima jawaban dari mereka, sertifikatnya sedang diproses.
Sampai pada suatu waktu, ia kaget ada tagihan dari bank lain yaitu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sekar Cibinong
“Sertifikat saya jadi jaminan pinjaman di bank,” ungkap Evi
Evi pun menjelaskan kepada bank tersebut bahwa ia tidak pernah meminjam di bank itu. Pihak bank tidak mau tahu dan terus menagih melalui debt collector-nya.
“Akhirnya saya terusir dari rumah awal 2019,” tutur Evi.
Ternyata sertifikat miliknya dijaminkan ke BPR Sekar Cibinong untuk pengucuran kredit atas nama Angeline. Nama ini berkaitan dengan saudaranya yang bernama Dwi Febrianto seorang rekan bisnis Acim yang ingin membeli rumahnya.
Permasalahan semakin rumit, saat pada 2020 BPR Sekar Cibinong dilikuidasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Setelah ditelusuri, akhirnya diketahui sertifikat rumahnya berada di BPR Sekar Kaltim.
Sampai akhirnya melalui Pengacara Elisa Sugito dan Partners, pada 2023 Evi melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Cibinong yakni BPR Sekar Kaltim, Acim dan Angeline.
Elisa menjelaskan dalam persidangan, BPR Sekar Kaltim gagal membuktikan Levering (pemindahan hak milik) SHM Evi Delias Oktavia.
Menurutnya BPR Sekar Kaltim hanya mengutip pendapat hukum sebagai alat bukti yang tidak ada kaitannya dengan kasus ini. Tergugat II dan III pun tidak mengajukan bukti tertulis dan saksi dalam persidangan.
“Dugaan kami, mereka (tergugat) melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Elisa.
Elisa berharap BPR Sekar Kaltim segera mengembalikan sertifikat milik kliennya.
“SHM ini demi hukum sah milik klien kami,” ujar Elisa.
Elisa juga berharap putusan majelis hakim nantinya bisa memberikan terang kasus ini.
“Agar klien kami bisa hidup tenang,” tutur Elisa.
Sementara itu tim pengacara Evi lainnya, Wiend Sakti Myharto menyoroti pemberian kredit BPR Sekar kepada Angeline dengan jaminan sertifikat Evi. Pemberian kredit kepada Angeline tanpa persetujuan Evi melanggar prinsip itikad baik.
BPR Sekar melanggar prinsip itikad baik berdasarkan pasal 1338 Kita Undang Undang Hukum Perdata.
“Dapat diduga sebagai perbuatan melawan hukum,” kata Wiend. (Maulana Subhan Saka)