Kamis, September 25, 2025
No menu items!
BerandaArtikelPolitik itu Kotor, Benarkah?

Politik itu Kotor, Benarkah?

Politik itu kotor. Saya tidak ingat persis mulai kapan saya mendengar dan atau mengenal kalimat ini. Yang jelas ketika menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 kalimat ini sering saya dengarkan.

Waktu bersama teman sebaya  saya termasuk pemilih pemula. Ini memang pemilu pertama yang saya ikuti. Sebenarnya usia saya waktu itu baru 16 tahun lebih saat pemilu 97 yang dilaksanakan pada bulan Mei 1997. Saat itu saya Kelas 2 SMA. Tapi mungkin karena sudah memiliki KTP otomatis masuk dalam daftar pemilih.

Sejarah tentu mencatat, Pemilu 97 merupakan pemilu terakhir pada masa orde baru. Dan sudah menjadi rahasia umum pemilu pada masa orba diwarnai ‘’syahwat politik” partai orba untuk menjadi pemenang tunggal sebagai mayoritas tunggal. Berbagai cara dilakukan mulai dari cara halus atau cara halus yang dimanipulasi.

Salah satu cara halus yang kasar adalah  kelakukan aparatur pemerintahan dari pusat sampai pelosok untuk menggiring masyarakat ke satu partai. Kebetulan waktu itu saya bersama teman-teman sebaya yang sedikit melek literasi, sering diskusi dengan kakak-kakak mahasiswa, baca buku dan majalah politik menjatuhkan pilihan kepada salah satu partai. Waktu itu peserta pemilu hanya tiga. Dua partai dan satu golongan. Waktu itu memang belum disebut partai.

Ketika Pakde saya tahu bahwa saya ikut dan mendukung partai tertentu saya dipanggil dan disidang. Kamu jangan ikut-ikut partai. Itu politik, politik itu kotor. Pilih golongan  . . . saja. Beberapa waktu kemudian saya juga dipanggil pak Kades dan disampaikan kalimat yang sama. Di dalamnya juga ada kata-kata politik itu kotor.

Saya sebenarnya bingung waktu itu, koq politik itu kotor? Pak Kades kan sarjana ilmu sosial dan politik. Tapi koq dia ngomong politik itu kotor? Apa waktu kuliah beliau belajar ilmu yang kotor? Lagian kalau politik itu kotor kenapa ada partai politik segala. Pake ikut Pemilu lagi. Dan masyarakat disuruh ikut memilih salah satu peserta pemilu tersebut. Tapi anehnya masyarakat disetir jangan pilih itu. Pilih ini saja.

Yang membuat saya tambah bingung waktu itu adalah tekanan kepada orang-orang yang tidak memilih golongan berlambang pohon itu. Bagi saya ini bertentang dengan apa yang diajarkan di  sekolah pada pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Di buku PMP jelas-jelas tertulis bahwa pemilu itu berlangsung Luber (langsung umum bebas rahasia). Kata LUBER ini dah jadi semacam mantra guru PMP saya (rahimahullah) kalau bahas tentang pemilu.

Katanya luber tapi pake ditekan-tekan segala, bahkan digiring ke satu golongan tertentu disertai dogma ‘’politik itu kotor”. Dalam hati saya berpikir, iya politik itu kotor bagi kalian. Karena cara kalian dalam berpolitik memang kotor. Kita diajari bahwa pemilu itu luber tapi kalian intervensi pilihan anak-anak muda.

Setelah dua dasa warsa lebih saya mulai terlibat dalam ‘’kegiatan politik” khususnya pemilu, mantra politik itu kotor masih saja terucap. Mantra politik itu kotor kadang terucap ketika ada orang baik seperti akademisi, pendidik, dan  orang saleh seperti da’i, ulama, guru ngaji, terjun ke dunia politik. Dosen koq terjun ke politik, ustadz koq ikut jadi pengurus partai politik, ulama koq nyaleg. Politik itu kan kotor.

Kalau kotor kenapa ada kegiatan politik. Kenapa ada partai politik? Bahkan ada undang-undang partai politik. Ada orang berstatus sebagai politisi. Tetapi tetap saja masih ada yang ngoceh politik itu kotor.  Sebenarnya politik itu apa? Mungkin yang ngomong dan atau meyakini politik itu kotor tidak tahu apa itu politik.  

Nah sebelum menyimpulkan apakah politik itu kotor? Baiknya ditelaah terlebih dahulu apa itu politik. Jangan-jangan yang berkata, politik itu kotor tidak tahu apa itu politik. Atau jangan sampai dia sedang berpolitik dengan mengatakan, politik itu kotor.

Politik itu Apa?

Secara etimologi (bahasa) kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis, yang berarti suatu kota yang memiliki status negara kota atau city state. Selanjutnya  pengertian politik berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Sehingga kemudian pengertian politik bergeser lalu ditafsirkan sebagai proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu lainnya untuk mencapai kebaikan bersama.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI politik bermakna;

politik/po·li·tik/ n 1 (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan): bersekolah di akademi –; 2 segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain: — dalam dan luar negeri; kedua negara itu bekerja sama dalam bidang — , ekonomi, dan kebudayaan; partai –; organisasi –; 3 cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah); kebijaksanaan: — dagang; — bahasa nasional; (Sumber: https://kbbi.web.id/politik)

Jadi secara bahasa politik berarti (1) ilmu tentang kenegaraan dan sistem pemerintahan, (2) segala urusan dan tindakan yang berkaitan dengan pemerintahan negara, dan (3) cara bertindak dalam menghadapi dan atau suatu masalah.

Politik Menurut Ahli

Filsuf klasik Aristoteles politik merupakan usaha yang ditempuh individu sebagai warga negara untuk mewujudkan tujuan bersama. Definisi Aristo inilah yang dianut oleh masyarakat Yunani sebagaimana pengertian politik dalam bahasa Yunani di atas.

Sedangkan Gabriel A. Almond menjelaskan bahwa  politik merupakan suatu kegiatan yang berhubungan erat dengan kendali pengambilan keputusan publik dalam kehidupan masyarakat tertentu pada suatu wilayah tertentu.

Sementara Ramlan Surbakti mendefinisikan politik sebagai suatu suatu interaksi antara pemerintahan dengan masyarakatnya dengan tujuan pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang bersifat mengikat terkait dengan kebaikan masyarakat dalam suatu wilayah tertentu.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan sesungguhnya sangat naif jika secara serampangan mengatakan dan meyakini, politik itu kotor. Karena proses interaksi dan komunikasi antar individu untuk mencapai kebaikan bersama bukanlah sesuatu yang kotor. Dia menjadi kotor kalau dilakukan dengan cara dan tujuan yang kotor.

Demikian pula proses interaksi antara pemeritah denga  masyarakat dan atau prose proses penyusunan dan pengambilan keputusan dalam pengaturan masyarakat dan pengelolaan negara. Hal itu bukanlah sesutau yang kotor. Bahkan termasuk hal yang baik karena menyangkut kemaslahatan orang banyak.

Bahkan dapat dikatakan bahwa politik merupakan sesuatu yang lekat dalam kehidupan sosial masyarakat serta berbangsa dan bernegara. Karena proses interaksi antara individu dengan individu lainnya dan atau interaksi antara negara dan pemerintah dengan masyarakatnya merupakan bagian dari politik.

Jadi sebenarnya tidak tepat mengatakan, politik itu kotor. Yang kotor adalah cara dan tujuan oknum politisi tertentu dalam berpolitik. Atau sistim dan produk politik tertentu yang tidak memihak pada kepentiangan dan kemaslahatan rakyat.  []

Dr. Syamsuddin Lahanufi M. Pdi
Dr. Syamsuddin Lahanufi M. Pdi
Dr. Syamsuddin Lahanufi, M. Pdi. adalah penulis aktif yang juga merupakan pimpinan Pesantren Tahfidz Wahdah Islamiyah Bogor, dosen di STAIA Bogor dan pengurus MUI Pusat Komisi Pendidikan & Kaderisasi. Gelar Doktor diraihnya di Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor pada 25 Februrari 2020
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments