Berdaulat.id, Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) mengecam tindakan Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI) yang diduga menangkap, menganiaya, dan mengekang kebebasan anggota Densus 88 Polri, Briptu F, tanpa kewenangan hukum pada 25 Juli 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta. Insiden ini dipicu oleh permintaan warga sipil berinisial FYH, yang mengaku terganggu karena dibuntuti oleh Briptu F saat makan siang bersama rekannya, MN, di Bogor Cafe, Hotel Borobudur, sebagaimana diberitakan Tempo pada 4 Agustus 2025.
Menurut IPW, tindakan BAIS TNI tersebut melanggar hukum, karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, kewenangan TNI tidak mencakup penindakan terhadap anggota Polri. UU tersebut menyebutkan bahwa tugas TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi bangsa dari ancaman, tanpa wewenang untuk menangkap atau menginterogasi anggota Polri. Sementara itu, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menyatakan bahwa penanganan pelanggaran oleh anggota Polri menjadi kewenangan internal Polri melalui Divisi Propam atau proses pidana oleh Polri sendiri.
IPW menyoroti tiga poin kritis terkait insiden ini. Pertama, penguntitan Briptu F terhadap FYH diduga terkait hubungan FYH dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, yang juga pernah dibuntuti anggota Densus 88 pada Mei 2024. Publik, kata IPW, berhak mendapat penjelasan apakah penguntitan ini berkaitan dengan upaya pemberantasan korupsi oleh Jampidsus atau adanya dugaan pelanggaran hukum lain. Kedua, tindakan BAIS TNI yang menangkap anggota Densus 88 atas permintaan warga sipil menunjukkan penyalahgunaan wewenang dan kesan bahwa institusi TNI dijadikan “backing” oleh pihak tertentu. Ketiga, dua insiden penangkapan anggota Densus 88 dalam dua tahun terakhir mempertanyakan profesionalisme Densus 88 dalam menjalankan tugasnya.
IPW mendorong Polda Metro Jaya untuk menyelidiki kasus dugaan penganiayaan dan penculikan terhadap Briptu F, termasuk melakukan penggeledahan di tempat-tempat terkait, bahkan jika melibatkan rumah pejabat hukum. IPW juga meminta Polri mempublikasikan fakta sebenarnya di balik insiden ini dan mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menegur serta menegaskan pemisahan tugas antara Polri, Kejaksaan, dan TNI.
“Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW, menegaskan bahwa transparansi diperlukan untuk mencegah spekulasi publik. Kami juga meminta Presiden turun tangan agar tugas masing-masing institusi berjalan sesuai koridor hukum,” ujarnya, Selasa (5/8/2025).