Kamis, September 25, 2025
No menu items!
BerandaBisnisAkuisisi Tokopedia, Merugikan atau Menguntungkan?

Akuisisi Tokopedia, Merugikan atau Menguntungkan?

Tokopedia, salah satu kebanggaan Indonesia di dunia startup teknologi, telah mengalami perjalanan panjang sejak didirikan pada tahun 2009. Platform e-commerce ini pernah menjadi simbol kesuksesan lokal, dengan pendanaan besar sebesar 100 juta dolar AS yang diumumkan beberapa tahun setelah berdiri. Namun, kini setelah diakuisisi oleh ByteDance (induk perusahaan TikTok) sebesar 1,5 miliar dolar AS untuk 75% sahamnya, banyak pertanyaan muncul: apa yang membuat Tokopedia tidak berkembang seperti raksasa teknologi global, dan apakah platform ini akan ditutup?

Akuisisi Tokopedia: Kebanggaan yang Berubah Arah

Tokopedia pernah menjadi inspirasi bagi banyak startup di Indonesia. Pendanaan besar dari investor ternama dan pendiri asli Indonesia membuatnya menjadi panutan. Namun, akuisisi oleh ByteDance menimbulkan rasa sayang sekaligus tanda tanya. Nilai akuisisi dianggap rendah dibandingkan valuasi yang seharusnya, kemungkinan karena penurunan metrik bisnis seperti GMV (Gross Merchandise Value) dan omset. Kondisi ini mungkin memaksa Tokopedia untuk melepas sahamnya demi menyelamatkan perusahaan, sebuah keputusan yang pahit namun mungkin tak terhindarkan.

Namun, mengapa Tokopedia tidak menjadi raksasa seperti Alibaba atau ByteDance, yang justru mengakuisisi perusahaan lain? Jawabannya, menurut pandangan pribadi, terletak pada visi dan keputusan strategis para pendirinya.

Peran Visi Pendiri dalam Kesuksesan Startup

Keputusan yang diambil oleh pendiri sebuah perusahaan sangat menentukan arah dan nasibnya. Tokopedia, meski sukses di Indonesia, tampaknya tidak memiliki visi untuk ekspansi global sejak awal. Jika pendirinya memilih untuk membangun ekosistem sendiri—like Tokopedia Pay, Tokopedia Bank, atau Tokopedia Express—dan menargetkan pasar internasional, ceritanya mungkin berbeda. Sebaliknya, Tokopedia banyak menggandeng mitra seperti OVO dan Gojek, alih-alih membangun infrastruktur sendiri.

Sebagai perbandingan, perusahaan seperti Amazon sukses karena visi global Jeff Bezos yang jelas sejak awal. Amazon tidak hanya berfokus pada e-commerce, tetapi juga merambah ke cloud computing (AWS) dan bahkan sektor supermarket. Visi besar ini, ditambah kemampuan mempertahankan kendali terhadap investor, membuat Amazon menjadi raksasa teknologi. Tokopedia, di sisi lain, tampaknya terbatas pada pasar Indonesia, yang membuatnya rentan terhadap tekanan kompetitor seperti Shopee dan TikTok Shop.

Tantangan Pasca-Akuisisi

Setelah diakuisisi, Tokopedia mengalami perubahan signifikan, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. Namun, PHK ini tidak serta-merta berarti Tokopedia akan ditutup. Dalam dunia bisnis, efisiensi adalah hal lumrah pasca-akuisisi. Tim seperti HRD, keuangan, atau IT yang tumpang tindih sering digabung untuk menghemat biaya. ByteDance, yang dikenal mengakuisisi dan menutup platform seperti Musical.ly dan Babe di Indonesia, mungkin menerapkan strategi serupa. Namun, Tokopedia berbeda karena sudah menjadi bagian dari identitas Indonesia dan memiliki basis pengguna yang sangat loyal.

Banyak pengguna, termasuk penulis, masih memilih Tokopedia sebagai platform utama untuk belanja online. Jika Tokopedia ditutup, tidak semua pengguna akan beralih ke TikTok Shop, yang lebih dikenal untuk konten video dan live selling. Shopee, dengan model bisnis yang mirip Tokopedia, mungkin justru menjadi penerima manfaat terbesar. Selain itu, integrasi dengan TikTok Shop menimbulkan keluhan dari penjual, seperti kesulitan adaptasi dengan visual baru, aturan ketat, hingga penurunan omset. Hal ini menunjukkan bahwa proses integrasi tidak berjalan mulus.

Pelajaran untuk Penjual dan Pebisnis

Bagi penjual di Tokopedia, situasi ini adalah pengingat untuk terus beradaptasi. Bergantung pada platform pihak ketiga seperti Tokopedia berarti harus siap dengan perubahan aturan dan strategi. Di Amerika Serikat, banyak brand besar memilih membangun website sendiri untuk mengurangi ketergantungan pada platform seperti Amazon. Meski ini sulit untuk bisnis kecil, belajar dari platform seperti TikTok—misalnya dengan membuat konten menarik atau bekerja sama dengan influencer—bisa menjadi langkah awal untuk bertahan.

Pesan utamanya adalah: jangan hanya mengeluh di media sosial. Para penjual harus “fight” dengan mempelajari cara baru, seperti membuat konten di TikTok, mengikuti kursus, atau bekerja sama dengan influencer. Momentum sangat berharga, dan menunda adaptasi bisa berakibat pada kehilangan omset yang signifikan.

Masa Depan Tokopedia

Apakah Tokopedia akan ditutup? Kemungkinan besar tidak, setidaknya dalam waktu dekat, karena nilai identitasnya yang kuat di Indonesia. Namun, nasibnya sangat bergantung pada strategi ByteDance ke depan. Jika Tokopedia ingin bertahan, penting untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan tren pasar, seperti memperkuat fitur afiliasi atau menyesuaikan tampilan agar lebih menarik.

Bagi pebisnis, kisah Tokopedia adalah pengingat bahwa visi besar dan kemampuan untuk mempertahankannya adalah kunci kesuksesan jangka panjang. Dalam dunia yang berubah cepat, adaptasi dan semangat untuk terus belajar adalah senjata terbaik untuk bertahan.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments