Jakarta, berdaulat.id – Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa dinilai melakukan kampanye Islamophobia secara global yang terus ditingkatkan mereka setiap waktu. Bahkan, ini juga dilakukan Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam.
“Memang bentuk Islamophobianya tidak sekasar dan sejahat seperti di Amerika dan Eropa yang terang-terangan menghina Islam, bahkan menyakiti hingga membunuh umat Islam,” kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Luar Negeri sekaligus Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Bidang Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam, Sudarnoto Abdul Hakim.
Pernyataan ini disampaikannya disela-sela ‘Diskusi ‘Peringatan Hari Lawan Islamofobia’ digelar Gerakan Nasional Anti Islamofobia (GNAI), Majelis Organisasi Massa Islam (MOI), dan Aspirasi Indonesia di Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jakarta pada Sabtu (15/3/2025).
Padahal, sekitar 60 negara OKI termasuk Indonesia telah berhasil memperoleh persetujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang setiap 15 Maret diperingati sebagai International Day to Combat Islamophobia.
Islamophobia di Indonesia dibungkus secara halus antara lain menghilangkan pelajaran agama di sekolah, mencap umat Islam radikal, dan berusaha memisahkan agama dengan politik.
“Bahkan ada buku sejarah yang berusaha menghilangkan peran Islam dalam kemerdekaan Indonesia. Jadi tokoh-tokoh besar seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Mohammad Natsir, dan tokoh-tokoh Islam lainnya yang telah berjuang sangat keras untuk memerdekaan Indonesia berusaha dihilangkan,” kata Sudarnoto.
“Beruntung buku yang terdiri dari dua jilid tersebut tidak jadi diedarkan, setelah diprotes keras oleh para tokoh agama,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Presidium Nasional GNAI Alexander Abu Taqi M. Mayestino menambahkan gerakan moral melawan Islamophobia di Indonesia dideklarasikan oleh sejumlah tokoh lintas organisasi agama di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 15 Juli 2022 lalu.
“Deklarasi GNAI ini merupakan penyikapan atas berbagai situasi yang merugikan Islam dengan berbagai stigmatisasi negatif seperti radikal, intoleran, teroris, dan stigma negatif lainnya, termasuk penyikapan atas keluarnya deklarasi PBB tentang Memerangi Islamophobia,” ujarnya.
Sementara itu Pakar Hukum Islam, Eggi Sujana mengutarakan dasar negara Indonesia adalah negara Tauhid yang termaktub dalam sila pertama Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Islam enggak ngajarin terorisme, Islam itu rahmatan lil alamin,” ucapnya.
Namun, konstruksi negara Republik Indonesia dibuat seperti negara sekuler dan semua presiden masih tampak tidak mengerti konstruksi bernegara.
“Postulat berpikir Ki Bagus dalam perumusan Pancasila sila pertama yaitu Surat Al-Ikhlas, klaimnya semua agama merasa bertuhan maka dijadikan satu yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya. (adm)
GNAI dan MOI memperingati ‘International Day To Combat Islamophobia’ yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar diskusi dengan topik Islamofobia di Tengah Liberalisme, Islamofobia di Indonesia, dan Perancangan RUU Anti Islamofobia Indonesia.
Acara ini diisi oleh dua pembicara yaitu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Luar Negeri sekaligus Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Bidang Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam, Sudarnoto Abdul Hakim dan Ketua Ikatan Advokat Muslim Indonesia, Abdullaah Al Katiri.
Hal lainnya diselenggarakan berbagai kegiatan antara lain bakti sosial, perlombaan untuk anak yatim-piatu, dan bazaar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). (adm)