Ingatkan Target 60% Mobilitas di Jabodetabek 2029 Gunakan Transportasi Publik
Berdaulat.id – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) sudah mulai bergulir antara Pemerintah dan Parlemen (DPR dan DPD RI). Salah satu isu utama dalam RUU ini adalah terkait pembentukan kawasan aglomerasi untuk menyinkronkan pembangunan di Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dengan daerah sekitar. Salah satu Program Kawasan Aglomerasi dalam RUU DKJ ini adalah sektor transportasi.
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, kawasan aglomerasi dapat diartikan sebagai kawasan yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi sekalipun berbeda dari sisi administrasi sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global. Salah satu sektor yang penting diintegrasikan adalah transportasi publik terpadu di semua wilayah aglomerasi tersebut.
Menurutnya, transportasi publik akan menjadi salah satu bahasan penting terkait program Kawasan Aglomerasi dalam RUU DKJ. Ini karena kemacetan di wilayah Jakarta dan sekitarnya harus segera dicarikan solusinya karena sudah menumpuk kerugian ekonomi yang sangat besar.
“Oleh karena itu, saya berharap RUU DKJ ini mampu mempercepat hadirnya transportasi publik yang setara dan terintegrasi antara Jakarta dan daerah sekitarnya. Sesuai Perpres Nomor 55 Tahun 2018 Tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, pada 2029, sebanyak 60 persen pergerakan warga di Jabodetabek sudah harus menggunakan angkutan umum perkotaan. Target ini harus bisa tercapai jika ingin Jakarta dan sekitarnya menjadi kota berkelas dunia,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya (14/3).
Dengan populasi lebih dari 30 juta jiwa, lanjut Fahira Idris, saat ini sesungguhnya Jabodetabek sudah menjelma menjadi wilayah aglomerasi terbesar di dunia. Ketergantungan antarwilayah Jabodetabek yang sangat tinggi menjadikan pergerakan orang di kawasan aglomerasi ini sangat besar. Saat ini diperkirakan jumlah pergerakan di Jabodetabek mencapai 88,2 juta trip/hari yang terdiri dari pergerakan di dalam Jakarta sebesar 21,2 juta trip/hari, commuter 6,4 juta trip/hari dan pergerakan di dalam suburban 60,6 juta trip/hari.
Namun, tingginya mobilitas ini menjadi persoalan serius karena tidak sampai 30 persen yang menggunakan transportasi umum atau lebih 70 persen memilih menggunakan kendaraan bermotor pribadi. Dampaknya, kemacetan di Jakarta dan wilayah sekitarnya semakin tinggi dan melahirkan berbagai dampak baru yaitu kerugian ekonomi dan pencemaran udara yang kesemuanya itu menurunkan kualitas dan produktivitas warga Jabodetabek.
“Kita harus pastikan RUU DKJ ini menjadi daya dorong yang efektif untuk membuat sebanyak mungkin mobilitas di kawasan aglomerasi menggunakan transportasi publik. Oleh karenanya, sistem transportasi publik setidaknya di Bodetabek bisa setara seperti yang saat ini sudah ada di Jakarta. Sehingga ke depan Jakarta bisa memainkan perannya sebagai kota global. Sementara kota sekitarnya bisa berfungsi sebagai pusat perdagangan, pusat kegiatan layanan jasa dan keuangan, serta kegiatan bisnis nasional, regional, dan global,” pungkas Fahira Idris.
Sebagai informasi, dalam RUU DKJ, Kawasan Aglomerasi mencakup minimal wilayah Provinsi DKJ, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.[]