Berdaulat.id, Hakikat kekuasaan sudah Allah jelaskan dalam Al Qur’an.
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
Artinya: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS Al Maidah: 55)
Kata “wali” salah satu maknanya adalah pemimpin. Kita lihat di ayat ini, pendelegasian langsung dari Allah ta’ala pencipta alam semesta. Allah delegasikan kepada Rasul-Nya dan orang-orang beriman.
Allah Maha Tahu, bahwa Rasul-Nya memiliki usia yang terbatas. Sedangkan kekuasaan adalah hal yang begitu penting. Maka di sini Allah tegaskan bahwa yang boleh mewarisi kekuasaan untuk mengatur urusan umat adalah orang-orang beriman.
Lebih detail lagi, yaitu orang-orang beriman yang menegakkan sholat 5 waktu. Tidak bisa sekedar Islam di KTP nya saja.
Ayat lain yang senada adalah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri dari kalian.” (QS An Nisa’: 59)
Kata “minkum” yang artinya dari kalian, maksudnya adalah orang-orang beriman. Ulil amri atau pemegang kekuasaan harus berasal dari orang-orang yang beriman.
Tentang memilih pemimpin ini, bahkan tidak cukup dengan kalimat-kalimat positif tapi juga dalam kalimat negatif, yaitu berupa larangan.
Disampaikan oleh KH Dr. Muhammad Zaitun Rasmin dalam khutbah Jum’at di Masjid Nurul Iman, Mercu Buana, Jakarta pada tahun 2017.