Berdaulat.id, Kami Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB), merencanakan aksi unjuk-rasa pada tanggal 10 Agustus 2023 jam 11.00 dengan jumlah massa 100.000 pekerja, di Kantor Perwakilan ILO Indonesia, Gedung Menara Tower Jl. MH Thamrin No. 3 untuk menyatakan dukungan atas rekomendasi ILO kepada Pemerintah Indonesia sehubungan dengan permasalahan UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja yang ditetapkan dengan cara melanggar azas dan bertentangan dengan UUD 1945 dan juga melanggar Konvensi ILO No. 98 Tahun 1949 Tentang Penerapan Azas-azas Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama (The Aplication of The Principles of The Right to Organize and to Bargain Collectively) dan Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak Berorganisasi (Freedom of Association and Protection of Right to Organize), dimana ke dua Konvensi tersebut telah di Ratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.
Adapun rekomendasi dari ILO adalah agar Pemerintah Indonesia “meninjau ulang Undang-Undang Cipta Kerja dengan berkonsultasi kepada mitra sosial dan mengadopsi amandemen yang dibutuhkan agar undang-undang tersebut mematuhi Konvensi tanpa ada penundaan lebih lanjut”.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa Penetapan Undang-Undang No 6 Tahun 2023 tentang Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah untuk menggantikan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI) No. 91/PUU-XVIII/2020.
Pada poin 3 dan poin 5 Amar Putusan MK yang berbunyi :
3.“Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”;
5. Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) menjadi inkonstitusional secara permanen;
Artinya bahwa Putusan MK tersebut memerintahkan dengan sangat jelas dan tegas agar UU No. 11 Tahun 2020 dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun, dan yang harus diperbaiki menurut Putusan MK adalah :
- Tata Cara dan Prosedur Pembentukan UU Cipta Kerja melanggar azas dan bertentangan dengan UUD 1945.
- Format susunan peraturan dari UU Cipta Kerja yang menggunakan teknik Omnibus Law bertentangan dengan UUD 1945.
- Adanya perubahan-perubahan yang banyak terhadap materi muatan pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden.
Secara ringkas dapat kami jelaskan bahwa Pemerintah Indonesia tidak mematuhi dan tidak menghormati Putusan MK sebagai berikut :
- Bahwa Pemerintah Indonesia tidak melaksanakan Putusan MK tersebut secara menyeluruh dan hanya melaksanakan sebagian kecil Putusan MK, itupun menurut kami tidak terlalu prinsip. Yaitu merevisi UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi UU No. 13 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
- Bahwa Revisi UU No 12 Tahun 2011 tersebut, Pemerintah Indonesia menganggap telah melakukan perbaikan seperti Putusan MK. Revisi tersebut hanya menyatakan bahwa sistem Omnibus Law dapat diterima dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.
- Bahwa Pemerintah Indonesia tidak melaksanakan Putusan MK tentang pelanggaran prosedur dan tata-cara Pembentukan UU Cipta Kerja yakni tidak terlibatnya Serikat Buruh dalam pembentukan UU. Dan pelanggaran inilah inti dari permasalahan yaitu Serikat Buruh tidak pernah dilibatkan sejak awal dalam Pembentukan UU Cipta Kerja dan bahkan perintah MKpun diabaikan.
- Bahwa Pemerintah Indonesia telah melakukan kesalahan fatal dengan menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja yang isinya relatif sama dengan UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, yang diamini dan disetujui oleh DPR dengan men-syah-kan dan menetapkan Perppu tersebut menjadi UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja. Bukannya melaksanakan perintah MK dengan memanfaatkan waktu 2 tahun untuk mengajak berunding Serikat Buruh dan mencari solusi yang win-win solution, malahan mengeluarkan Perppu Cipta Kerja.
- Bahwa para pakar hukum seperti Prof Jimly menyatakan dalam Kompas.com, “Pemerintah seolah-olah berada di atas hukum (Rule by Law)”. Berikut kutipan pernyataan Prof Jimly :
“Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah contoh pemerintahan yang seolah berada di atas hukum (rule by law).
Padahal, kata Jimly, MK sudah dengan jelas menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional pada November 2021 dan harus dilakukan perbaikan dalam jangka 2 tahun.
Selain itu, lanjut Jimly, yang seharusnya lebih berperan dalam melakukan revisi UU Cipta Kerja adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan bukan mengambil jalan keluar dengan menerbitkan Perppu dengan alasan kegentingan. “Peran MK dan DPR diabaikan. Ini bukan contoh rule of law yang baik tapi jadi contoh rule by law yang kasar dan sombong,” kata Jimly dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu (4/1/2023)”. (https://nasional.kompas.com/read/2023/01/04/21441661/jimly-kritik-perppu-cipta-kerja-rule-by-law-yang-kasar-dan-sombong)
- Keterlibatan Serikat Buruh dalam pembentukan UU Cipta Kerja adalah sangat vital dan menjadi syarat pembentukan UU dalam UUD 1945, dan hal ini adalah kesalahan fatal yakni melanggar azas dan bertentangan dengan UUD 1945.
- Bahwa bukan hanya bertentangan UUD 1945 tapi juga melanggar Konvensi ILO No. 98 Tahun 1949 Tentang Penerapan Azas-azas Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama dan Konvensi No. 87 Tahun 1948 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak Berorganisasi.
- Bahwa hal tersebut diatas menggambarkan bagaimana Pemerintah Indonesia tidak menghormati hukum bahkan dapat dikategorikan sebagai “Contemp Of Court”, penghinaan kepada MK dan karena tidak menjalankan secara keseluruhan perintah MK, dan sebagai negara hukum Pemerintah Indonesia telah melanggar UUD 1945 dan berlaku sewenang-wenang dan mentang-mentang berkuasa (“Abuse of Power”), rule by law yang kasar dan sombong.
- Bahwa selain itu Pemerintah Indonesia juga telah merusak citra Indonesia di mata dunia internasional dengan melanggar Konvensi ILO yang telah di Ratifikasi oleh Negara.
- Bahwa dapat disimpulkan, Pemerintah Indonesia memaksakan UU Cipta Kerja dengan manipulasi hukum yaitu ketika UU No. 11 Tahun 2020 dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat dan diberikan kesempatan untuk perbaikan dalam waktu 2 tahun. Bukannya memanfaatkan waktu tersebut untuk melibatkan Serikat Buruh dan berunding untuk mencari win-win solution sesuai dengan azas dalam UUD 1945 dan Konvensi ILO No. 98 tentang hak untuk berorganisasi dan berunding bersama, tapi malahan membuat UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja yang baru dengan substansi sama dengan UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, melalui Perppu. Inilah bentuk Abuse of Power dengan Rule by Law yang kasar dan sombong, Putusan MK tidak diindahkan, kemudian diakali dengan Perppu yang melahirkan UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja yang otomatis juga secara logika hukum juga masih Inkonstitusional sama statusnya dengan UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, karena tidak atau belum melibatkan Serikat Buruh sebagai perwakilan buruh. Dan apabila selama 2 tahun ini Putusan MK tidak diindahkan maka UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja maupun UU No. 6 Tahun 2023 secara hukum harusnya Inkonstitusional Permanen.
Demikian surat permohonan dukungan ini kami sampaikan, dan atas dukungannya kami ucapkan banyak terima kasih, dan mohon maaf sebelumnya apabila dalam proses ini ada kekurangan dan kesalahan kami baik sengaja maupun tidak disengaja.
Jakarta, 8 Agustus 2023
A/N AASB
(Moh Jumhur Hidayat)