Kamis, September 25, 2025
No menu items!
BerandaArtikel3 Wisdom of Hamas Movement

3 Wisdom of Hamas Movement

Oleh:Yons Achmad(Kolumnis. Tinggal di Depok)

“Terbentur, Terbentur, Terbentuk”
(Tan Malaka)

Berdaulat.id, Kata-kata di atas dikenal sebagai perkataan dari Tan Malaka, seorang tokoh revolusioner Indonesia. Kata-kata yang menggambarkan bagaimana sebuah proses panjang perjuangan menghasilkan kepribadian, kharakter yang tangguh. Dia, seorang yang gigih memperjuangkan kemerdekaan RI dari penjajah Belanda. Tokoh ini, sering dilabeli sebagai tokoh kiri, bahkan sering dicap komunis. Tapi, kalau jeli melihat sejarah kehidupanya secara utuh, layaknya kecerdasan umum orang Minang dulu, dia sosok yang mampu melihat Islam secara unik dan autentik.

Lewat bukunya yang masyhur “Madilog” (Materialisme, Dialektika dan Logika) dia punya sudut pandang menarik ketika memandang Islam sebagai sebuah agama. Dalam buku itu, Tan Malaka dengan kesadaran penuh mengakui Islam sebagai ajaran yang paling rasional, revolusioner dan tegak dalam penegasan persamaan atas hak manusia. Termasuk, hak atas kemerdekaan sebuah bangsa.

Suasana kebatinan perjuangan Indonesia melawan penjajah Belanda dulu, sepertinya setara untuk menggambarkan bagaimana kondisi perjuangan Hamas, Palestina yang kini sedang berjuang mewujudkan kemerdekaan dari penjajahan Israel. Metodenya, dengan Jihad. Indonesia bisa menang, Hamas Palestina, saya kira juga punya peluang yang sama. Layaknya pejuang, banyak inspirasi yang bisa ambil dari beragam kebajikan mereka. Kali ini, kita belajar dari mereka. Saya petik diantaranya:

Pertama, Keep Your Intentions (Luruskan Niat). Dalam perjuangan, meluruskan niat menjadi poin paling penting perjuangan. Apapun itu. Sebab, di dalamnya mengandung ketulusan. Setiap pasukan Hamas, dari cerita yang beredar, semuanya memakai penutup wajah. Bukan karena alasan takut diketahui pihak musuh. Tapi semata menjaga niat, menjaga keikhlasan, ketulusan. Begitu juga kita. Dalam perjuangan apapun, niat, pola pikir (mindset) awal itu penting. Semata ambisi pribadi, spirit membantu sesama, spirit memajukan umat atau semata mencari ridha Allah. Semua kembali kepada pejuang masing-masing.

Kedua, Be Silent (Gerilya dalam Sunyi). Dalam perjuangan, tak perlu banyak bicara. Tak perlu menabur kehebohan, mengejar viral, pencitraan yang berlebihan. Tidak. Tapi, tetap berkomunikasi. Layaknya pasukan Hamas, ribuan orang bekerja, bergerilya dalam sunyi. Tapi terus berkoordinasi, berkomunikasi menyusun strategi. Kita juga begitu, masalah selalu ada. Tapi, sebesar apapun masalah. Tak peduli segede apapun masalahnya, kalau dikomunikasikan, pada orang yang tepat, pada lembaga yang tepat, pada pihak yang tepat, semua bakal terselesaikan. Begitulah.

Ketiga, Blow it up (Ledakkan Karya). Sampai akhirnya, momentum tiba. Tidak serta merta datang tiba-tiba tanpa rencana. Tapi, momentum itu kita ciptakan. Tampil ke publik dengan karya yang “Buuuum”. Membuka mata dunia. Layaknya pasukan Hamas yang sering dinilai sebelah mata, disepelekan, tak bakal bisa melawan Israel. Nyatanya, Hamas bisa. Mata dunia terbuka, bahwa kehebatan Israel mitos belaka, porak poranda. Kita, bisa begitu juga. Dalam karir, bisnis, perjuangan sosial atau politik. Tak peduli diremehkan, dikecilkan, direndahkan. Biar karya yang bicara, ledakkan dunia dengan karya nyata. Begitulah kita belajar dari mereka. Para pejuang Hamas itu.

Life is too short Gaes. Hidup bukan sekadar urusan kerja atau kantor semata. Ada saatnya kita renung sejenak. Memikirkan something beyond work office. Bagi seorang muslim, tak lain tak bukan urusan umat. Bukan kejar duniawi saja. Sudah sepantasnya, kita merajut work-life balance. Mengamalkan sebuah hadis “Barangsiapa yang tidak peduli urusan kaum Muslimin, Maka Dia bukan golonganku.” Ini yang membuat hidup kita menjadi berguna dan bermakna. Dari pejuang Hamas, kita belajar tentang semua itu. []

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments